Selasa, 13 Maret 2012

Puisi untuk Dini

Siti Rokayah
Sinar matahari baru saja keluar menembus koridor sekolah yang pagi itu masih sepi. Seorang gadis berumur 16 tahun berbadan kurus dengan rambutnya yang tergerai panjang, menggendong tas sekolahnya berjalan menuju sebuah kelas.
“diniiii…..” seseorang memanggilnya dari belakang.
“wulan?” Gadis itu membalikkan badan-nya dan tersenyum manis.
“gimana udah siap ?” gadis itu berlari menyapa dini.
“siap “ senyum-nya mengembang.
Mereka berjalan masuk ke kelas di iringi bel berbunyi menandakan jam pertama di mulai.
“Selamat pagi anak-anak !” pak doni guru bahasa Indonesia sudah berdiri di depan kelas.
“pagi…pak !” anak-anak seperti biasa menjawab serentak.
“hari ini bapak akan mengumumkan pada kalian siapa yang berhak mengikuti lomba puisi minggu depan “ pak doni menjelaskan.
“hanya satu orang yang beruntung..” pak doni menatap wajah anak-anak yang di liputi rasa penasaran.
“dini, selamat kamu yang beruntung”
“saya pak ?” Tanya dini tak percaya.
“iya kamu, bapak harap kamu bisa membuat beberapa puisi yang nantinya akan di pilih untuk di lombakan” terang pak doni pada dini.
“baik pak “ dini tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
***
“selamat ya din, kamu berhasil “wulan yang duduk di sampingnya memberi ucapan.
“thanks…” dini tersenyum bahagia.
Angin malam berhembus masuk melewati celah jendela kamar dini yang sedikit terbuka. Dini duduk di meja belajarnya terdiam sesekali menulis di sebuah kertas. Tiba-tiba pintu kamar terbuka.
“kak dini, bantuin aldo ngerjain PR dong” seorang anak laki-laki masuk dan menarik-narik tangan-nya.
“aldo, kakak lagi sibuk. Di ajarin sama mamah aja yah” dini mengusap lembut wajah adiknya itu.
“kakak sedang apa sih?” Tanya aldo menengok ke atas meja.
“kakak sedang membuat puisi, sayang”
“aldo mau dong di buatin puisi sama kakak” rengek aldo.
“iya, nanti kakak buatin. Sekarang kamu sama mamah aja yah”
“iya deh” aldo lalu keluar dari kamar dini.
Dini menatap punggung adik satu-satunya itu dengan tersenyum, pandangannya kembali pada kertas yang ada di depannya.
“akhirnya selesai juga”. Dini membereskan puisi-puisi yang sudah di buatnya, lalu meletakkannya di meja belajarnya. Jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul satu pagi.
“whoaaam…” berulang kali dini menguap, matanya sudah mengantuk. ia berjalan dan membaringkan badannya di tempat tidurnya. matanya langsung terpejam.
***
“nih bukunya “ wulan menghapiri dini yang sedang asyik duduk membaca sebuah buku. Mereka sedang berada di perpustakaan.
“thanks yah” dini mengambil buku yang di sodorkan oleh wulan.
“gimana puisi kamu ?” Tanya wulan penasaran.
“aku masih harus buat satu puisi lagi” ucap dini.
“bagus kalau gitu, semoga puisi kamu menang yah”
Sore itu dini duduk di bangku taman belakang rumahnya, dia sedang menyelesaikan satu puisi lagi untuk di serahkannya besok pada pak doni. Entah kenapa ia masih belum mendapatkan ide untuk puisi terakhirnya itu.
“kak dini, ajarin aldo bikin PR dong” seperti biasa aldo sudah berada di sampingnya.
“gak bisa sayang, kakak lagi sibuk” dini sibuk membolak balik buku yang ada di depannya.
“ajarin yah kak” sekarang aldo merengek.
“ehm..nanti malam aja yah”
“janji yah kak ?” Tanya aldo memastikan.
“iya” ucapnya singkat.
“asyik…” aldo pergi meninggalkannya.
Malam harinya dini masih sibuk menulis puisi di meja belajarnya.
“akhh…kenapa membuat satu puisi saja tidak selesai-selesai” ucap dini kesal sambil menggulung kertas yang sudah di tulisnya di lemparkannya ke lantai. Hampir 3 jam ia duduk termenung mencari kata demi kata untuk di susun dalam sebuah puisi yang indah dan bermakna. Tiba-tiba saja matanya mengantuk dan tak sadar dini pun tertidur pulas di meja belajarnya.
Pintu kamar dini terbuka, aldo masuk dengan membawa buku di tangannya. Dia berniat ingin menagih janji kakaknya untuk mengajarinya mengerjakan PR. Kamar kakaknya begitu berantakan di penuhi gulungan kertas-kertas yang berserakan di lantai.
“kak dini ?” panggilnya sambil menutup pintu.
Di lihatnya kakaknya itu sedang menelungkup dengan mata terpejam dan dengan wajah yang begitu lelap. Ia tak tega kalau harus membangunkan kakak tersayangnya itu. Di ambilnya satu gulungan kertas yang ada di lantai, dia mengerti itu adalah salah satu puisi yang di buat oleh kakaknya. Pelan-pelan matanya membaca satu persatu tulisan yang ada di kertas itu hanya saja puisi itu baru beberapa baris yang di buat oleh kakaknya.
“kenapa kak dini membuangnya? Padahal bagus..” ucap aldo dalam hatinya.
Ia lalu membawa kertas itu dan keluar dari kamar dini.
***
“permisi pak “ dini memasuki ruang guru tepatnya di depan meja pak doni.
“dini, silahkan duduk” pak doni yang sedang sibuk tersenyum melihat kedatangannya.
“terimakasih pak” dini lalu duduk menghadap pak doni.
“bagaimana puisinya?” Tanya pak doni.
“sudah saya buat pak, tapi hanya beberapa yang bisa saya buat” dini menyerahkan beberapa lembar kertas di tangannya.
“nanti bapak akan periksa lalu bapak akan mengambil salah satu untuk di lombakan”
“baik pak, saya permisi dulu” dini berdiri dari tempat duduk lalu meninggalkan meja pak doni.
Pulang sekolah dini menghabiskan waktunya di depan komputer untuk menyelesaikan tugas mengarang Bahasa Indonesia. Seperti biasa aldo datang dengan membawa sebuah buku, dan selembar kertas di tangannya.
“kak dini, ajarin aldo dong “ pinta aldo dengan manja.
“kakak lagi sibuk, belajar sendiri aja yah” ujar dini tanpa menghiraukan adiknya itu.
“tapi kan kakak udah janji kemarin” aldo masih merengek.
“kakak bilang gak bisa. Kamu ini manja sekali sedikit-sedikit minta di ajarin, kamu harus mandiri aldo. kerjakan PR kamu sendiri !” ucap dini dengan wajah kesal.
“kak dini kok marah ? aldo kan cuma pengen di ajarin bikin puisi sama kakak” wajah aldo jadi sedih.
“pergi sana, kakak sedang sibuk” tangan dini menunjuk pintu kamarnya.
Entah kenapa tiba-tiba ia jadi kesal dengan aldo hatinya sedang di liputi rasa amarah yang sedang ada di dalam jiwanya. Sehingga kata-kata kasar keluar dari mulutnya, padahal selama ini ia selalu berkata lembut dengan adiknya itu. Tapi tadi seolah ia tidak sadar apa yang telah di ucapkanya pada aldo. Dengan hati yang sedih aldo keluar dari kamarnya, dini jadi merasa bersalah padahal aldo sama sekali tidak pernah berbuat salah dengannya.
Sore itu dini sedang berada di perpustakaan, sejak bel pulang dia masih asyik membaca buku tanpa di sadari cuaca di luar sedang hujan deras, petir yang menggelegar membuatnya tersentak. Di liriknya jam yang ada di tangannya sudah menunjukkan pukul 5 sore. Bagaimana ia pulang dengan cuaca hujan seperti ini.
Tiba-tiba handphone di dalam tas-nya berbunyi. Segera ia mengangkatnya.
“halo “ terdengar suara dari sebrang.
“mamah ?” ucap dini bingung.
“sayaa…ng.g.., al…aldo…” ucap mamahnya tersendat-sendat sambil menangis.
“aldo kenapa mah?” Tanya dini khawatir.
“aldo kecelakaan !” ucap mamahnya.
Hati dini seakan di sambar oleh petir yang saat itu masih terdengar di sela-sela hujan.
“kok…bi-sa mah?” Tanya dini tak percaya
“dia khawatir dengan kamu sayang, makanya dia pergi sambil membawa payung untuk menjeput kamu ke sekolah, tapi di jalan dia di tabrak mobil” Terang mamahnya.
“sekarang aldo ada di mana mah?” Tanya dini cemas.
“ada di rumah sakit sayang. Kamu segera kesini yah” ujar mamahnya
“iya mah” dini lalu menutup tefon-nya.
Ada rasa penyesalan di hatinya. Apa yang telah ia lakukan pada aldo kemarin membuatnya sadar kalau ia telah bersalah pada adiknya tiu padahal aldo begitu perhatian padanya sampai-sampai ia tak menyangka demi menjemputnya ke sekolah aldo mendapatkan musibah. Dini benar-benar menyesal.
Saat itu juga dini langsung menuju rumah sakit. Sesampainya disana di lihatnya mamahnya sedang duduk menangis di depan ruang aldo di rawat.
“gimana aldo mah?” Tanya dini khawatir.
“masih belum sadar sayang”
“dini boleh ketemu aldo yah mah “ dini bergegas membuka pintu.
“jangan sayang, kata dokter aldo gak boleh di ganggu sampai benar-benar sadar.
“tapi mah, dini ingin minta maaf sama aldo, dini udah salah sama dia” ia lalu duduk pasrah di samping mamahnya.
Ke esokkan harinya pulang sekolah dini buru-buru ke rumah sakit, baru saja ia mendapat kabar kalau aldo sudah sadar. Hatinya terasa lega. Sesampainya di rumah sakit secepatnya ia menuju kamar aldo di rawat. Di lihatnya aldo masih terbaring lemah di tempat tidur, di samping ada mamahnya duduk sedang menyuapi aldo.
“aldo ?” panggil dini.
“kak dini “ aldo tersenyum melihat kakaknya.
“kakak minta maaf yah, kemarin sudah kasar sama kamu. Gara-gara kakak juga kamu jadi seperti ini” ucap dini dengan wajah penuh penyesalan.
“kakak, gak salah. Aldo yang salah. Maafin aldo juga yah kak” ujar aldo dengan terbata-bata.
“gak aldo..” dini mengusap pipi aldo dengan lembut.
“ini buat kakak “ tiba-tiba aldo mengambil sebuah kertas dari sakunya.
Dini mengambil kertas itu, lalu membukanya dengan pelan. Seperti pernah di lihatnya, kertas itu sudah terlalu kusut tapi masih ada tulisan rapih di dalamnya.
“ini kan…?” ucap dini sambil membaca tulisan yang ada di dalam kertas itu. Hatinya terharu sampai air matanya keluar dan jatuh di wajah manisnya. Itu adalah puisi yang ia buat tapi tak sampai di selesaikannya, kini puisi itu benar-benar di tulis dengan sempurna.
“tulisan ini? apakah ini tulisan aldo? Aldo yang melanjutkan puisi ini?” batin dini bertanya-tanya.
“waktu itu aldo gak sengaja membaca puisi kakak, terus aldo ingin sekali membuat puisi untuk kakak. Aldo lanjutin aja puisi punya kakak.”
“jadi kamu ?” tanya dini menatap aldo tak percaya.
“puisi itu aldo buat untuk kakak” ucap aldo dengan polos.
“aldo…” dini lalu memeluk aldo dengan haru. Mamahnya hanya menatap bangga terhadap kedua anaknya itu.
***
Hari ini merupakan hari yang paling di tunggu-tunggu oleh dini, karena hari ini ia akan mengikuti lomba mewakili sekolahnya. Dini sedang bersiap-siap di belakang panggung untuk membacakan puisi karya-nya itu. Tapi ada hal yang ingin ia sampaikan pada pak doni.
“maaf pak, saya tidak bisa membacakan puisi ini” ucap dini pada pak doni.
“maksud kamu?” Tanya pak doni heran.
“ada puisi yang ingin sekali saya bacakan, dan saya yakin puisi ini lebih baik pak”
“kamu yakin?”
“yakin pak” ucap dini mantap.
“oke, bapak yakin kamu akan berhasil”
“terimakasih pak”
Tak beberapa lama nama dini pun di panggil, ia lalu naik ke atas panggung dengan hati-hati ia mulai membacakan puisi dengan penuh penjiwaan sampai-sampai air matanya keluar. Tepuk tangan yang meriah dari penonton membuat hatinya lega. Puisi itu adalah puisi yang di berikan aldo untuknya kemarin.
Hati dini begitu bahagia setelah namanya di sebut sebagai juara pertama. Ia lalu naik ke atas panggung untuk menerima piala.
“selamat ya, bapak bangga sama kamu” ucap pak doni memberikan selamat untuknya.
Wulan sahabatnya juga tak lupa memberinya selamat lewat telfon.
“aldo, kakak menang !” ujar dini sesampainya di rumah sakit sambil menunjukkan piala di tangannya.
“kakak hebat” aldo tersenyum lebar.
“ini buat kamu” dini menyerahkan piala yang daritadi di pegangnya.
“ini kan punya kakak?” Tanya aldo heran.
“kamu tau gak, kakak menang gara-gara puisi kamu yang kemarin”
“yang bener kak?” Tanya aldo tak percaya.
Dini hanya mengangguk dengan tersenyum. Ia lalu memeluk adiknya itu, sekarang dia sadar kalau adiknya itu sangat berarti baginya. Puisi itu akan menjadi kenang-kenangan untuknya sampai kapan-pun.
###

Tidak ada komentar:

Posting Komentar