Selasa, 13 Maret 2012

PERJALANAN

Ria Afriani
“kemana aja pah jam segini baru pulang ?!pulang kerumah cuma numpang tidur aja!” ucap mamah dengan nada tinggi “udah yah mah, papah lagi capek jadi jangan bikin masalah” jawab papah dengan pergi begitu saja, namun mamah menarik tangan papah “gak bisa gitu pah ! papah fikir mamah sama ryanga butuh perhatian papah apa !” sahut mamah emosi “mah,papah bilang jangan bahas ini dulu, papah lagi capek ! ngerti !”. Papah pergi begitu saja meninggalkan mamah yang sedari tadi menangis. Keributan seperti ini bukan kali ini saja terjadi,tapi setiap hari. Terkadang aku capek mendengar pertengkaran mereka yang terjadi hamper tiap malam. Aku berada di lingkungan rumah dengan seagala fasilitas yang mewah. Mungkin bagi orang lain kehidupanku bagaikan surga, namu bagiku ini tidak lebih seperti neraka.
Cuaca pagi ini memang cera, tapi sama sekali tidak mendukungku untuk berangkat sekolah. Itulah kebiasaanku setiap pagi, enggan unutk pergi sekolah. Menurut ku percumaseklah tinggi jika padaakhirnya akan menjadi seorang yang biadab seperti ayahkuyang tidak pernah memperhatikan keluarganya. Yaa memangpeikiran yang sangat bodoh.
Terdengar suara samar yang memanggil namaku dari luar kamar,namun aku tidak memperdulikannya dan langsung membenamkan kepalaku kebantal lagi.
“yan, bangun” suara yang tadi terdengar samar kini begitu jelas didengar, tapi aku tetap tidak memperdulikannya, namun ketika tangan lembut itu menyentuh pipiku, tidak ada lagi alasan untukku untuk tidak memperdulikannya. Aku terbangun dari tidurku dan langsung menatap wajah lelah seorang wanita yang ada dihadapanku dan wajah lelah itu bertambah saat aku melihat ada luka lebam di pipinya. “bertengkar lagi mah ?” tanyaku datar “kenapa? Oh tidak yan,mamah tidak bertengkar, kamu tau dari mana?” tanya mamah ku polos. Aku tidak menggubris pertanyaan mamah, aku langsung beranjak pergi ke kamar mandi. Aku kesal dengn kebiasaan mamah yang selalu menyembunyikansemua keburukan papah dihadapanku. Ya itulah mamahku, selalu memberikan kesan baik tentang papahku agar aku tahu betapa hebatnya papah, padahal aku tahu betapa buruknya papah selama ini.
Di rumah aku memang dikenal sebagai anak yang pendiam, tapi di sekolah ? jangan ditanya, namaku sudah tak asing lagi di lingkungan sekolah, tempat yang menurutku paling membosankan dengan segudang peraturannya. Di sekolah aku dikenal sebagai siswa yang paling seenaknya senidiri, tidur di kelas, bolos, dan keluar-masuk ruang bk sudah menjadi hal yang biasa bagiku, namun sampai kapan pun baik dewan guru ataupun dekan kepala sekolah tidak akan bisa mengeluarkanku, karena aku adalah anak seoarang penyumbang terbesar di sekolah swasta ini, siapa lagi kalo bukan AYAH ku !. “woy, ngelamun aja, mikirin apaan” tiba-tiba salah satu sahabat ku mengampiriku yang sedari tadi asik duduk diam di depan kelas. Aku tetap diam tidak menyahut pertanyaan deni. “daripada diem kayak gini, pulang sekolah keluar ye” ucap deni mengajakku “kemana ?” tanya ku datar “biasa, refresh otak” ujar deni mencairkan suasana “oh itu ? siip lah, ke kosan mu kan ?” jawabku santai “pinter ! haha, jangan ngelamun aja” candaan si deni sembari pergi.
Pergi dengan teman-teman memang hal yang paling aku sukai, karena hanya dengan mereka aku bisa melupakan segala kerumitan yang ada.
Kebanyakan dari siswa kelas 3 sibuk belajar untuk mempersiapkan kelulusan mereka nantinya, tapi hal itu tidak berlaku untuku. Di dalam otaku hanya ad kata “santai”, yaa pemikiranyang sangat bodoh memang, tapi remaja mana sih yang tidak berfikir seperti itu.
“eh bu lina masuk ga ya ?” tanya teman sebangkuku ketika aku baru memasuki kelas “mana saya tahu, emang saya suaminya apa” jawabku degan seenaknya “yee bukan gitu, masalahnya kalo ibu lin masuk berarti ulangannya jadi “ucapnya dengan raut muka seperti anak kecil “oh iya ? kapan ngasih taunya ? kok saya ga tau sih !” jawabku terkejut “bisa khawatir juga ya kamu” sahut temanku dengan nada menyindir “engga sih, tadi cuma akting biar keliatan kayak orang pinter gitu deh” jawabku dengan bercanda “idih” sahut temanku dengan raut muka tidak suka.
“assalamualaikum” tiba-tiba terdengar suara dari luar kelas “waalaikumsalam” jawab anak kelas, ternyata yang datang adalah ibu lina.
Ah mampus, belum belajar saya, celetukku dalam hati, aku memang anak yang terbilang nakal, tapi jangan salah kalo bicara tentang pelajaran bu lina, mau tidak mau harus peduli dengan nilai. Dan tiba-tiba bu lina berkata “ ulangannya di undur minggu depan saja yaa, ibu ada tugas dari kepala sekolah, jadi kalian kerjakan saja lks halaman 14 dan di kumpulkan”
Semua anak kelas begitu terllihat riang gembira ketika ibu lina meninggalkan kelas, termasuk keberuntunganku sebenarnya. Tawa kecil yang sedari tadi keluar dari mlutku tiba-tiba sirna ketika bayangan kejadian tadi malam muncul dalam ingatanku “ah sial, kenapa harus ingat kejadian itu” ucapku kecil. Karena merasa bosan akhirnya aku mengirimkan sebuah sms ke dani yang mengajaku pergi. “Den, kapan keluarnya ? lagi ga ada pelajaran nih” ujarku “haduh bos sorry lagi ulangan ini, pulang sekolah aja deh” balasnya “ga asik banget lah” balasku kesal.
Dengan terpaksa, rasa bosan yang sedari tadi ingin aku singkirkan harus aku pendam sampai pulang sekolah.
Bel pulang pun berbunyi, suara riuh anak-anak yang akan bergegas pulang pun membangunkanku yang sedari tadi tertidur, tidak tahu kenapa hari ini tak ada satupun guru yang mengajar di kelasku. Belum sempat aku membereskan tasku teman ku sudah berada di depan pintu kelas. “jadi kan ?” tanya temanku “iya” jawabku singkat “ ditunggu di bawah yaa” jawabnya sembari pergi.
Hal yang paling saya tunggu akhirnya datang juga, yaa pergi bersama teman-teman, itula yang paling saya tunggu. Kami pergi ke kosan deni yang letaknya tidak jauh dari sekolah.
Setiba di kosan, aku langsung merebahkan tubuhku ke kasur yang menurutku sangat nyaman, memang mataku masih belum sepenuhnya segar. Tiba-tiba deni mengatakan hal yang membuatku kaget “yan ada yang nantang balapan tuh” ujar deni “hah, siapa ?” jawabku tekejut “anak SMA 3 yanng bawa mio modifan itu, tau engga ?” tanyanya santai “engga ! gila main tantang-tantang aja tuh anak” sahutku sengan emosi.
Memang aku sudah dikenal sebagai anak yang sering balapan, mungkin anak yang menantang aku itu tahu kala aku sering balapan. Aku sudah terjun ke dunia balap sejak dua tahun lalu, tepatnya saat orang tuaku tidak harmonis. Alasan aku menggeluti dunia balap liar ini karena aku ingin mencari pelarian dari kehidupanku yang menyebalkan.
“woy ngelamun aja, gimana diterima engga tantangannya” tanya deni mengagetkan ku “sorry, sorry. Pastilah, gila aja kalo ditolak, mau di taruh dimana ini muka “ jawabku songong “laga nyeeee, yaudah entar malem dateng ke tempat biasa yaa” jawabnya semabari mengambil minum “jam ?” tanyaku singkat “jam 10 aja deh yang agak sepi “jawabnya datar.
Tiba-tiba handphone deni berbunyi dan dia keluar untuk menjawab telfon tersebut. Baru saja aku memjamkan mata tiba-tiba deni masuk dan berkata jika ia di suruh datang ke bengkel untuk membantu memperbaiki motor yang akan di gunakan nanti malam. Dengan rasa kantukku aku pun pergi dari kosan deni. Rasa tidak ingin pulang ke rumah begitu besar menyelimuti diriku, namun bagaimana lagi rasa kantukku tidak bisa ditahan lagi. Saat sampai depan gerbang rumah rasa enggan itu bertambah besar tapi aku tepis rasa itu dan langsung masuk menuju kamar ku. Baru saja aku merebahkan badanku, tiba-tiba seseorang membuka pintu kamarku “yan, udah pulang “ ternyata mamah yang masuk kamar ku, mungkin mamah tau aku sudah pulang dari suara motorku, “makan dulu sana” suruhnya lembut ”kenyang” ucapku ketus “makan dimana ?” tanyanya tetap lembut “ga perlu tau dimana kan ? yang penting aku kenyang, bisa tinggalin ryan sendiri ? ryan ngantuk “ jawabku cetus “maaf sayang” ucap mamah meninggalkanku.
Aku pun terlelap sampai tak terasa waktu menunjukan pukul 8.00 malam, aku pun terbangun dari tidurku dan langsung menuju kamar mandi untuk menyegarkan tubuhku. Setelah selesai akupun enuju ruang keluarga unutk menonton tv, tidak lama kemudian handphone kuberbunyi dan di layar LCD handphone ku tertera nama deni “ halo, apa den ?” tanyaku datar “inget kan entar malem mau apa ?” tanya deni “iye, balapan kan ?” jawabku “sip yaudah ya, Cuma ngingetin biasanya kan lupa mulu kamu mah”balasnya sembari mematikan telepon.
Waktu pun menunjukan pukul 10.00 malam, aku pun bersiap untuk pergi. Ketika aku hendak pergi aku kelupaan menaruh kunci motorku. Entah hilang kemana kunci motorku, aku sudah mencari ke setiap sudut kamar tapi tetap saja aku tidak menemukannya “cari apa yan ?” tanya mamahku tiba-tiba “engga cari apa-apa” jawabku “cari ini ?” tanyanya sambil menunjukan suatu benda di tangannya “kunciku ! ternyata ada di mamah” sahutku sambil menghampirinya “mau kemana kamu ?” tanyanya sembari menyembunyikan kunci motorku di belakang punggungnya “mau keluar” jawabku singkat. The top down in the summer sun... tiba-tiba ringtone handphone ku berbunyi, ternyata itu panggilan dari deni “apa den ?” tanyaku “ada dimana ?balapannya udah mulai ini, cepetan !” jawabnya terburu-buru “iya iya bentar lagi ngambil kunci ini, kalo engga kamu aja dulu yang balapan saya nyusul” jawabku sambil mematikan handphone. ”mah kuncinya ! acaranya udah dimulai ini” ucapku sewot “engga ! kamu mau balapan lagi kan ? mamah ga akan kasih kunci ini !” jawabnya marah “ mamah jangan bikin ryan sewot ya, ini lagi buru-buru banget” sahutku kesal, aku pun terlibat cekcok keras dengan ibu ku, “ryan ! ga sadar-sadar ya kamu, balapan liar itu bahaya banget kalau kamu jatuh dan tewas di tempat gimana ?” jawan mamahku khawatir “aah ga peduli, aku kayak gini gara-gara kalian juga kok” jawabku marah. Tiba-tiba handphone ku berbunyi lagi ternyata deni memanggilku lagi, “iya den sabar ini juga mau kesana” jawabku kesal “yan deni yan” sahut seseorang dengan nada ketakutan “deni kenapa ? terus ini siapa ?” jawabku bingung “ini yogi, tadi pas lagi adu balap motor, motor deni di tendang jadi kepalanya ke bentur pembatas jalan dan dia....” ucap yogi diam “dia kenapa ?” jawabku tidak sabar “dia tewas di tempat den “ jawab yogi pelan “yog jangan bercanda, sumpah ini gak lucu” ucapku tidak percaya “saya serius ryan kalo kamu ga percaya, sekarang kamu dateng ke rumah sakit”ucapnya. Aku benar-benar tidak percaya dengan semua terjadi, aku hanya bisa diam membisu. “kenapa yan ?”tanya mamahku “deni mah” jawabku datar “deni teman mu itu ? kenapa dia ?” tanya mamah “dia meninggal saat balapan, kepalanya terbentur pembatas jalan” jawabku masih tidak percaya “inalillahi wa inaillahi rojiun, ryaaan bener kan kata mamah, balapan liar itu bahaya” ujar mamah terkejut. Ryan terdiam, dalam hati dia membenarkan perkataan ibunya, balapan liar memang bahaya dan itu terjadi pada sahabatku sendiri.
Keesokan harinya hujan turun begitu deras seperti menangisi kepergian deni. Aku benar-benar terpukul dengan kejadian ini, dan sejak itu pun aku berjanji untuk berhenti dari dunia balap demi sahabatku. Empat bulan berlalu setelah kepergian deni, tapi aku belum bisa menemukan sahabat yang seperti deni
Semua siswa kelas tiga sibuk untuk mempersiapkan UN yanag tinggal dua minggu lagi, tapi aku tetap saja tidak memperdulikannya, aku berfikir tanpa belajarpun aku akan lulus. Seperti biasa aku pun tertidur di kelas dana tanpa ku sadari sesuatu akan terjadi
Langit mulai menguning, tak terasa waktu menunjukkan pukul 05.00 sore, aku sudah di sini di tempat tongkronganku sejak pukul 02.00 siang tadi, memang tak ada yang bisa aku perbuat, hanya saja aku fikir tempat ini lebih nyaman daripada di rumah. Namun, aku tak bisasepenuhnya lepas dari orang tuaku karena aku belum bisa menghasilkan uang untuk menghidupiku.
“Bang, udah kelas tiga masih nongkrong aja sih ?” tanya adek kelasku secara tiba-tiba “ya terus kenapa ? masalah ?” jawabku ketus “ya ga gitu bang, maksudnya kan abang udah kelas tiga, ga nyiapin buat UN nanti gitu ?” tanyanya polos “ah udah deh ga usah mikirin idup orang, pikirin aja diri sendiri” jawabku kesal
Acuh, memang begitulah sifatku, selalu tidak peduli dan selalu memudahkan segala hal termasuk UN yang biasanya menjadi momok menakutkan bagi siswa kelas tiga.
Lama kelamaan aku merasakan bosan. Aku putuskan untuk pulang ke rumah, karena memang tak ada tempat lagi, aku pun pulang dengan motorku.
Sesampainya di depan gerbang saat akan memasuki pekarangan, terlihatpapah keluar dengan membanting pintu dan masuk ke dalam mobilnya, tampaknya mereka habis bertengkar lagi. Setelah kupastikan papah pergi dari area komplek ruamah, aku masukkan motorku ke dalam garasi. Saat aku memasuki ruang depan, ku dengar suara tangisan seseorang, sungguh itu adalah tangisan yang sangat memilukan, semula aku tak peduli namun hatiku tergerak untuk mengetahui sumber tangisan tersebut. Saat aku hampiri arah tangisan itu, kulihat wajah yang tengah tersedu-sedu. Sedikit rasa pilu menyeset hatiku. Aku pun memberanikan diri untuk bertanya, “kenapa mah ?” tanyaku sambil menhampiri mamah yang duduk di tepi tempat tidur. Mamah tidak menjawab pertanyaanku, tapi ia langsung memelukku begitu erat pelukkanya sampai-sampai aku susah untuk bernafas. Aku pun hanya bisa mengelus punggungnya yang terasa rapuh karena beban yang di tanggungnya, dan hanya itu bisa saya perbuat untuk menenangkan mamah.
“ryan...” lirih mamah sembari melepaskan pelukannya “mamah mengajukan surat cerai” uajar mamah tersedu “”loj kenapa ? papah berbuat apa lagi ? ayo bilang sama ryan, jangan ditutupi lagi mah “ujarku kaget “tadi papah mu baru pulang dari sumatera, dan papah merayu mamah, mamah kira papah mengajak mamah untuk berbaikan. Hiks..hiks.., tapi ternyata papahmu meminta izin untuk menikah lagi”
Benar-benar seperti petir yang menyambar, kata-kata itu benar-benar myesakkan hatiku.
“terus mamah minta cerai ?” tanyaku halus “maafkan mamah ryan, mamah benar-benar sudah tidak tahan” ujarnya sambil menatapku.
Hah, sepertinya papah belum puas setelah menelantarkan kami, memnag secara materi ini leb8ih dari cukup, tapi bukan hanya materi yang kami butuhkan, tapi juga kasih sayang.
Seminggu berlalu sejak perceraian papah dan mamah, karena aku sudah cukup umur, aku berhak untuk memilih hak asuh ku, dan akupun memilih tinggal bersama mamah. Bersama mamah aku tinggal di sebuah rumah pemberian papah, untungnya papah tidak terlalu melepaskanku sehingga tiap bulan papah tidak lupa membiayai ku.
Ujia Nasional pun berlangsung tanpa hambatan, aku masih teta[p berdiri dengan keyakinanku bahwa aku pasti lulus meskipun tanpa persiapan sama sekali.
Hari kelulusan pun tiba, semua anak berebut untuk melihat hasil kelulusan mereka di papan pengumuman. Akupun tak ketinggalan untuk melihatnya.
DEG ! mata ku terbelalak ketika aku melihat papan pengumuman “ya tuhan ! apa ini !
Bagai halilintar yang menyambar seluruh tubuhku, menggrewtakkan urat-urat syaraf ku “nama ku tidak ada di daftar !”
Aku berlari menuju kantor panitia ujian “apap-apaan ini ! kenapa namaku tidak ada di daftar kelulusan ?!” aku menggebrak meja “ryan ! kamu tau kan peraturannya ? yang tidak lulus tidak akan tercatat di daftar kelulusan “ ujar panitia marah “ tapi kenapa aku tidak lulus ? ayahku donatur terbesar di sekolah ini tapi kenapa aku tidak diluluskan ?” sahutku kesal “ ryan harta itu tidak akan bisa menjamin kelulusan mu, apa yang kamu tanam itulah yang kamu dapat, selama sekolah kamu selalu meremehkan segalanya, tidak pernah belajar, selalu santai, bolos an segala macam yang kamu perbuat. Itu yang kamu telah tanam dan ini adalah jawaban dari semua hal yang kamu tanam selama ini “ ujarnya sambil memberiku nasihat “ya memnag benar, aku selalu meremehkan segalanya, dan harusnya aku berfikir tidak semua hal bisa di beli dengan uang, maafkan saya pak” jaewabku lesu sembari meninggalkan runagan panitia.
Apa yang harus aku katakan kepada mamahku nanti , setelah seminggu lalu mamah baru saja bercerai dengan papah, dan tidak mungkin aku mengatakan sbenarnya tentang kegagalanku, aku tak ingin menambah rasa sakit hatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar