Selasa, 13 Maret 2012

KEANGKUHAN MEMBAWA KEGAGALAN

Yuliane Veronica
Sudah tiga tahun Reva bersahabat dengan Zora. Ini adalah tahun ketiga mereka bersahabat baik. Meski mereka bersahabat namun meraka sangat berbeda. Zora tidak senang bergaul, dia lebih senang belajar dan aktif di dunia maya sedangkan Reva begitu senang bergaul bersama teman-teman sebayanya. Bisa dibilang Reva adalah satu-satunya sahabat Zora. Banyak orang heran melihat kedekatan mereka, bagaimana bisa dua orang yang sangat berbeda ini dapat bersahabat. Bisa dibilang keduanya saling percaya dan setia menyimpan masalah-masalah sahabatnya. Di sekolah begitu banyak orang tidak menyukai Zora, berbeda sekali dengan Reva yang memiliki banyak teman.
Kebetulan sekali keduanya sejak kelas sepuluh hingga kelas dua belas selalu berada di kelas yang sama. Hari ini mereka seperti biasa berangkat bersama, Reva selalu menjemput Zora menggunakan sepeda motor. Di jalan Zora menceritakan teman sekolah mereka, dia bilang Lili beserta teman-temenya sangat menyebalkan. Zora berpendapat Lili beserta teman-temanyalah yang sering membuat gaduh kelas, tapi dalam hati Reva sama sekali tidak sependapat sengan Zora. Menurut Reva, Lili beserta teman-temanya sangat menyenangkan, apalagi menurut Reva kegaduhan yg di buat Lili beserta teman-temanya masih dalam batas wajar. Meski Reva tidak sependapat dengan sahabatnya namun dia menanggapi keluhan Zora dengan sabar. Setiap kali Zora menceritakan keburukan-keburukan orang lain Reva tidak mau menanggapi keluhan sahabatnya itu secara berlebihan, karna dia tahu sahabatnyalah yang memiliki sifat jelek yang suka menjatuhkan orang lain.
Sesampainya di sekolah Reva sibuk menyapa temen-temanya berbeda dengan Zora yang langsung menyapa dengan pandangan sinis dan benci. Wajarlah kalau temen-temanya membenci Zora yang memiliki sifat menyebalkan,sombong dan angkuh. Revalah yang mencairkan suasana agar teman-temanya tidak membenci Zora namun karena sifat Zora yang jelek dan suka mencibir sesama teman kelasnya di dunia maya, membuat teman-teman mereka sangat membenci Zora. Zora adalah anak yang sangat pintar di berbagai bidang pelajaran terutama matematika, sudah tiga tahun dia menjadi juara kelas,Zora adalah anak yang sangat ambisius dan sangat tidak setuju dengan adanya cara mencontek bahkan dia adalah anak yang sangat tertutup kecuali dengan Reva, Zora dapat terbuka.
Suatu hari Lili pernah mengajak Zora berbincang-bincang. Lili adalah anak yang ramah kepada siapapun termasuk kepada Zora yang dibenci oleh teman-temanya. Namun sayang niat baik Lili ditanggapi buruk oleh Zora. Dengan sinisnya Zora berbincang-bincang dengan Lili. Bahkan Zora menyombongkan dirinya yang membuat Lili minder dalam obrolan mereka. Lili yang rendah hati dan baik mengajak Zora bermain denganya namun Zora menolak mentah-mentah, karena meras kecewaa akhirnya Lili pergi meninggalkan Zora yang sedang asyik menyombongkan dirinya. Reva datang menghampiri Zora yang sedang tertawa kecil sinis melihat Lili pergi dengan wajah kecewa. Kelakuan Zora sudah keterlaluan menurut Reva.
“Ra,Lili bermaksud baik kepada kamu.” Ujar Reva dengan nada kesal.
“Tahu apa kamu tentang mereka. Mereka itu serigala berbulu domba Va.” Sahut Zora.
“Kamu tidak sadar karena kelakuanmu yang begini banyak yang membenci kamu.” Reva menyahuti lagi dengan nada marah.
Karna kesal Reva meninggalkan Zora sendirian. Namun Zora terlihat puas karena membuat Lili kesal dibuatnya, wajah Zora menunjukkan kemenangan untuk dirinya. Sementara Reva tidak pernah habis pikir mengapa sahabatnya begitu sombong dan tidak pernah ingin kalah.
Hari ini pembagian rapor untuk semester lima. Zora begitu semangat menyambut hari ini mukanya sudah berseri-seri seperti tidak sabar melihat dirinya menjadi juara kelas kembali.
“Va, lihat saja hari ini aku akan menjadi pemenang lagi di kelas.” Zora menyombongkan dirinya.
“Iya semoga saja.” Dengan nada sabar Reva menjawab.
Di jalan mereka banyak berbincang-bincang Zora sangat berbeda ketika berbincang dengan Reva. Tidak ada nada sinis yang biasanya ditunjukkan kepada teman-teman yang dianggapnya munafik. Zora tertawa lepas dan polos ketika bercerita bersama Reva, mungkin karna Reva yang mengenalnya sejak lama dan yang tahu sebenarnya Zora seperti apa. Sesampainya di sekolah teman-teman banyak yang tidak sabar menunggu rapor semester ini. Mereka asyik berbincang dengan teman sebangkunya termasuk Reva dan Zora. Cukup lama mereka menunggu wali kelas mereka datang. Akhirnya Bu Chika wali kelas mereka datang membawa rapor masing-masing anak. Wajah mereka penasaran, diurutkan berapa mereka tahun ini. Apakah Zora menjadi juara kelas seperti tahun-tahun sebelumnya ataukah Lili yang naik peringkat dan menjadi juara kelas. Dengan wajah santun dan anggun Bu Chika memberi nasehat-nasehat kepada mereka agar meningkatkan semangat belajar di akhir-akhir sekolah untuk mempersiapkan Ujian Nasional. Banyak hal yang dibahas oleh Bu Chika diantaranya beliau mengatakan sebagai kelas dua belas harus bisa memberikan contoh yang baik kepada adik kelas serta meningkatkan rasa akrab dan solidaritas terhaap teman satu sama lainya. Seketika wajah-wajah menoleh ke meja Reva dan Zora. Tentu saja mereka berpikir hanya Zoralah yang tidak bisa memupuk rasa solidaritas di antara mereka. Zora membalas pandangan mereka dengan sangat sinis. Sebagian diantaranya berbisik-bisik tentu saja membicarakan Zora. Karna kesal Zora berpura-pura ingin ke WC padahal dalam hatinya dia merasa sangat terpojok. Sifat Zora yang tertutup,sombong dan suka mencibir menjadi alasan mereka membenenci Zora. Sampai waktu yang di tunggu-tunggu tiba pembagian rapor dan peringkat di semester lima.
“Ibu akan umumkan siapa yang akan manjadi juara semester ini.” Ibu Chika terlihat sangat bersemangat.
“Tentu saja saya Bu, saya kan anak pandai dan pintar.” Ujar Jono yang mencairkan rasa tegang di kelas.
“Wuwuwuwwu.” Serentak anak-anak dalam kelas tertawa mendengar perkataan Jono yang sangat percaya diri.
“Tentu saja kamu bisa Jono tapi dengan catatan kamu lebih rajin dan tidak suka membolos.” Bu Chika memberi nasehat.
“Iya Bu.” Jono menjawab dengan rasa malu.
“Baik anak-anak juara kelas pada semester ini adalah.” Seketika kelas hening mendengarkan ibu Chika.
“Selamat kepada Lili yang telah berhasil meningkatkan prestasinya di semester ini. Kamu menjadi juara kelas Lili.” Semua kelas hening mendengar ucapan Bu Chika.
“Saya Bu, apa benar?”Chika bertanya dengan muka kaget.
“Iya Lili kamulah orangnya,yang dapat mengalahkan nilai Zora yang berada di peringkat satu sebelumnya.” Sahut Bu Chika.
Tiba-tiba kelas menjadi ramai karna ucapan selamat kepada Lili. Tentu saja Zoralah yang paling terpukul mendengar kenyataan ini. Selama dua tahun ini dialah sang juara. Semua perasaan bercampur dalam perasaan Zora. Kesal, marah, kecewa dan tidak terima bercampur dalam dirinya hanya air mata kegagalan yang Reva liat dari Zora. Tanpa basa basi Zora langsung mengambil rapor begitu giliranya tiba dan pulag dengan perasaan yang sangat marah. Sepanjang jalan pulang Reva berusaha menghibur Zora namun Zora tetap diam yang menunjukkan rasa kecewanya. Sampai di depan rumah tidak sepatah kata pun Zora keluar kan. Melihat apa yang dialami sahabatnya, Reva mengerti betapa sedinya Zora. Namun dalam hati Reva ia yakin ini pelajaran untuk Zora agar tidak sombong dan angkuh. Sesampainya di rumah Zora membuka laptop dan melampiaskan amarah dan kecewanya dalam dunia maya. Dalam akun dunia mayanya Zora memaki teman-temanya, Zora berpendapat mereka itu munafik dan suka mencontek. Dalam akun dunia mayanya Zora mengatakan tak tahan dengan kelas seperti neraka yang berisi orang-orang munafik kecuali sahabatnya Reva. Nilai yang ada di kelas semua kebohongan belaka karena itu semua hasil mencontek bukan nilai murni seperti apa yang dia lakukan.
Setelah libur semester usai mereka kembali masuk sekolah seperti biasa. Seperti biasa Zora dan Reva berangkat bersama. Dalam perjalanan ke sekolah Zora mengungkapkan rasa kecewanya kepada sahabatnya .
“Ra, menurutku itu hanya pikiran buruk mu saja. Kita tidak boleh seperti itu berburuk sangka kepada orang lain. Mungkin ini peringatan untukmu agar lebih rajin belajar lagi.” Reva berusaha menasehati Zora.
“Tapi Va mereka itu memperoleh nilai yang tidak murni semua yang mereka peroleh itu hanya kebohongan hasil kecurangan mereka dalam mencontek.” Ujar Zora.
“Sudahlah kamu jangan mengeluh terus Ra kamu harusnya bersyukur.” Balas Reva.
Tanpa mereka sadar ada sekelompok anak perempuan yang berbisik-bisik membicarakan Zora. Ternyata sebagian teman-teman Zora membaca akun dunia maya milik Zora yang isinya mencibir kelas mereka. Tentu saja ini membuat mereka tersinggung tapi karna tahu bagaimana sifat jelek Zora mereka tidak membicarakan langsung kepada Zora.
Hari ini pelajaran matematikan di sekolah mereka mengerjakan soal matriks yang sangat sulit. Zora sangat pandai matematika.
“Ra,bisakah kamu membantuku mengerjakan soal ini?” Tanya Iva meminta bantuan mengerjakan soal matriks.
“Untuk apa kamu meminta bantuan kepadaku sekarang aku bukan lagi juara kelas. Sudah lah sana kamu kan bodoh aku jelaskan juga takkan mengerti biasanya juga kamu kan mencontek.” Bentak Zora.
“Kamu sombong sekali Ra. Aku kan meminta bantuan baik-baik. Meskipun aku bodoh tapi aku tidak menyebalkan seperti kamu.” Iva membalas bentakan Zora. Karna kesal Iva pergi.
Reva yang sedang mengobrol dengan Lili kaget mendengar ada keributan kecil di meja Zora. Iva langsung datang menghampiri Reva dan Lili yang sedang mengobrol ia menceritakan kejadianya kepada Reva dan Lili. Reva prihatin dengan sikap Zora yang begitu sombong. Sebagai sahabatnya Reva selalu berusaha menyadarkan Zora agar tidak sombong. Namun tetap saja Zora merasa hanya dialah yang paling benar dah hebat. Reva takut karna kesombonganya Zora akan terjatuh dalam kegagalan.
Tibalah saat anak-anak melapor kepada bimbingan konseling (BK) ke universitas mana mereka akan melanjutkan kuliah. Zora memilih Universitas Indonesia dan Reva Universitas Diponogoro. Zora bilang akan mengambil jurusa akuntansi di UI. Dengan bangganya Zora mengambil jalur undangan ia sangat yakin akan di terima di perguruan favoritnya itu. Apalagi menurutnya nilainya adalah nilai tertinggi dari teman-temanya. Zora sangat puas ketika tahu namanya masuk daftar anak yang menerima undangan. Tapi dia seharusnya tidak boleh terlalu puas karena masih banyak anak IPA yang ikut juga dalam jalur ini untuk masuk UI.
“Lihat saja Va, mereka tidak akan menang melawan nilaiku.” Terdengar suara optimis dari suara Zora tidak ada sedikit pun keraguan.
“Sudah jangan sombong dulu, Ra. Belum tentu kuotanya sebanyak apa yang kamu kira dalam jalur undangan.” Reva menjawab dengan nada sabar.
Tibalah saat pengumuman untuk penerimaan mahasiswa baru. Hari ini adalah jadwal pengumuman untuk UI. Zora terlihat tegang menunggu hasil pengumuman. BK memanggil setiap anak yang diterima di UI. Sampai pada nama akhir yang disebutkan tidak terdengar nama Zora. Zora yakin pasti ada kesalahan saat membacakan nama. Ia merasa namanya tidak disebutkan bukan berarti ia tidak diterima. Sampai ia memprotes BK, ia merasa nilainya sudah tinggi namun mengapa ia tidak diterima. BK memberikan penjelasan bahwa kuota dalam UI sangat dibatasi dalam jalur undangan juga nilai Zora banyak dikalahkan oleh anak IPA yang mendaftar di UI. Zora lansung belari menghampiri Reva yang berada di kelas. Dengan air mata Zora menceritakan apa yang dialaminya.
“Ra sabar masih ada jalur SNPTN tulis .” Reva memberi semangat.
“Tapi aku sudah berharap besar Va dalam jalur ini.” Terdengar suara serak tangis dari Zora.
“Ra sadar Ra ini semua adalah akibat dari semua kesombongan kamu. Aku sudah sering bilang hati-hati jangan sampai kamu jadi orang yang tinggi hati. Tapi nyatanya kamu selalu merasa paling pintar dan menutup diri dari teman-teman, bahkan kamu tidak mau membantu mereka yang sedang kesulitan. Ingat Ra masih banyak orang yang lebih dari kita. Di atas langit masih ada langit. Inilah akibat dari kesombongan Ra, kegagalan bahkan kehancuran. Berubalah menjadi lebih baik Ra agar kelak banyak yang mendoakan mu.” Reva memberi nasehat kepada Zora.
“Rev, aku sadar aku salah. Tapi apa mereka mau menerimaku. Aku akan berubah.” Terdengar nada penyeselan dari Zora.
Tiba-tiba muncul sekelompok anak perempuan dari balik pintu yang ternyata sejak tadi mendengar pembicaraan Reva dan Zora.
“Ra tentu saja kami akan menerimamu. Sejak awal sampai sekarang kamu adalah teman kami, seperti apapun kamu.” Ujar Iva.
“Iva terima kasih, maafkan kesalahanku dulu.” Zora terus menangis. Mereka beramai-ramai memeluk Zora. Sejak saat itu Zora berubah menjadi lebih baik, rendah hati dan mau bergaul. Tidak ada lagi cibiran yang Zora lontarkan. Ia mau menikmati saat-saat terakhir di bangku SMA dengan belajar bersama-sama dan bermain dengan teman-temanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar