Senin, 12 Maret 2012

Ingin Langsing?

Hanum Muliasari
“ Saya harus langsing!”
Tekad Imah telah bulat. Tak boleh goyah terhadap tantangan, tak boleh takut dengan hambatan, harus tahan banting terhadap segala kesulitan, harus tabah menghadapi godaan.
“ Imah, tak traktir es krim dan gorengan, yuk!”
“ ke kantin yuk!”
Tidak ada satu pun yang mempan. Gurauan dari teman-temannya tidak digubris sama sekali oleh Imah.
Semuanya berawal ketika Mbak Sari pulang dari kota. Dandannya wah, pakaian mewah, senyumnya terus merekah…. semua yang memandang jadi menelan ludah. Tidak terkecuali Imah. Kata orang-orang, Mbak Sari di Ibukota jadi model. Wajahnya sering muncul di majalah. Cantik, terkenal, uangnya banyak. Waah… siapa tak ingin?
Lebih dari sepuluh kali dalam seharian Imah menatap dekat – dekat sekujur badannya di cermin, sepulang sekolah. “Saya tak kalah cantik dari Mbak Sari, demikian keyakinannya. Saya juga tinggi. Berbahasa Inggris pun sedikit – sedikit bisa. Kekurangan saya hanya satu, terlalu gemuk untuk ukuran seorang model!” Imah berkata sambil bercermin.
Tekad telah diyakininya, program telah disusun, segala untung rugi telah direncanakan rapi. “ Dan sekarang mulai!” kata Imah sambil bercermin di kamarnya. Tiba - tiba teriakkan mamah memanggil Imah, membuat kaget Imah yang sedang bercermin.
“ Imaaaaah…. Sayang… ayo makan, Nak!” teriak mamah.
“ Iya mah, sebentar Imah sedang ganti baju.” Kata Imah, setelah selesai ganti baju Imah pun keluar dari kamarnya.
“ Ingat Langkah satu, kurangi porsi makan.” Kata Imah sambil keluar kamarnya. Sesampainya Imah di meja makan. Imah langsung mengambil nasi ke piring yang sudah disiapkan oleh mamahnya itu. Mamahnya agak bingung dengan Imah, karena biasanya Imah sangat lahap jika makan masakan mamahnya, tapi saat ini Imah makannya sedikit. Mamahnya pun tergugah dari kebingungannya, dan langsung bertanya pada Imah.
“ Sayang, apa masakan mamah tidak enak? Kok kamu makannya sedikit?” kata mamah.
Imah menggeleng. Lalu Imah berkata “ Tadi sudah makan di sekolahan, mah.”
“ Tantangan satu, Mamah. Berhasil diatasi, meski dengan berbohong. Terpaksa, toh demi kebaikan.” Bicara dalam hatinya.
Lama - kelamaan badannya terasa lemas. Matanya sering berkunang - kunang. Pikirannya jadi susah diajak konsentrasi. Nilai - nilai pelajaran dalam ulangan harian pun semakin meluncur jatuh.ketika Imah, Ani, dan Rahma sedang sedang berjalan pulang dari sekolah. Ani dan Rahma adalah sahabat dari Imah. Kedua sahabat Imah itu yang hanya diberi tahu oleh Imah tentang tekad Imah ingin menjadi langsing seperti Mbak Sari yang model itu. Sedang asyiknya berjalan, Ani dan Rahma merasa kasihan dengan Imah yang kelihatan lemas. Tiba – tiba Ani menyela pembicaraan Rahma dan Imah.
“Oh iya Im, Kamu itu sudah salah memilih cara diet. Gimana kamu BL aja, Im!” kata Ani.
“BL?” sambil mata Imah berbinar mendengar saran Ani.
“ Seperti artis – artis ibukota ituloh Im. Mmm… Body Language, namanya Im.” Kata Ani.
“ iya Imah, dari namanya saja sudah mentereng, hebat dan dijamin cepat langsing loh, Im!” kata Rahma ( dengan nada yang meyakinkan ).
Baru dua bulan ikut BL, tabungan Imah sudah nyaris ludes. Padahal, tabungan itu sedianya akan dipakai untuk persiapan masuk universitas. Biarpun orang desa lereng gunung, mamah Imah punya harapan bahwa anak satu – satunya itu harus bisa menjadi seorang sarjana.
Imah menatap cermin di depannya. Kesal dan keki, karena body model belum juga dapat dicapainya, sedangkan uang modalnya untuk BL sudah sangat tipis. Pikiranya buntu. Dan Imah berkata “ Apa aku harus menyerah begitu saja ?” lalu Imah pun termenung di hadapan cermin.
Bunyi bel rumah Imah pun berbunyi. “ tiing…nooong”
“ Assalamu’alaikum…” ucap Ani.
“ Wa’alaikumsalam, iya sebentar.” Jawab Imah
Sesampainya Imah di depan pintu, Imah langsung membuka pintu. “ Oh, Ani. Ada apa nih ?” Tanya Imah.
“ saya ingin main saja, Im.”
“ Oh, silahkan masuk Ani, kita main dan ngobrolnya di kamar saya saja.” kata Imah mempersilakan Ani masuk ke dalam rumahnya. Setelah beberapa menit mereka asyik bercanda dan bermain, Imah pun bercerita kepada Ani kalau sekarang uang Imah modal untuk BL sudah menipis.
“ Adakah cara lain untuk cepat langsing ? tapi yang tidak mengeluarkan uang yang banyak.” Tanya Imah kepada Ani
“ Ada cara mudah, Im.” Jawab Ani
“ caranya ?” tanya Imah
“ Ini cara paling jitu, tidak susah – susah senam, tidak perlu menghindari makanan enak, hanya dengan kapsul diet cespleng, buatan Negeri Ginseng. Mau tidak Im ?” jelas Ani kepada Imah
“ Harganya ?” Tanya Imah
“ Tiga ratus ribu untuk satu botol isi 120 butir kapsul.” Jawab Ani
Imah semakin pusing, cara itu tak mungkin ditempuhnya. Uang yang ada dalam dompetnya ak ada setengah dari harga obat. Itu pun untuk membayar tunggakan SPP dua bulan dan uang sakunya selama seminggu. Sambil melamun, Imah pun berkata dalam hatinya “ Apa cara yang cepat itu, saya harus mencuri ?” , Imah langsung menggeleng – gelengkan kepala, sambil berkata “ Saya tidak mau berurusan dengan polisi!” .
“ Saya harus ramping!”
Ida menuliskan kalimat itu tebal – tebal di hatinya. Keinginannya tidak dapat dibendung oleh siapapun. Tidak oleh Mamah, Papah Ida, apalagi Neneknya Ida. Penampilan adalah yang utama karena menjadi modal percaya diri, demikian prinsipnya. Ida adalah salah satu teman sekelas Imah yang sama gemuk.
“ Hii…hi….hi….katanya diet, kok hobi ngemilnya masih jalan terus sih.” Ejekan Fitri kepada Ida.
Ida diam dan sambil manyun, hanya baru habis setengah batang cokelat delfi ukuran pendek dan kecil, teman sebangkunya sudah komentar. Padahal sejak bangun tidur, baru makanan itulah yang masuk ke perutnya. Dia menolak sarapan, menolak minum susu. Tak peduli omelan – omelan Mamah. Badannya lemas. Sudah seminggu dia melakukan diet menurut aturan sendiri, tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Genap dua minggu Ida tersiksa, dan tidak ada perubahan berarti pada berat tubuhnya.
“ Mau jalan mudah, Ida? Tanpa mengurangi makan? Tak perlu capek – capek senam?” kata teman sebangkunya bernama Intan.
Ida mengangguk, matanya berbinar.
“ satu juta untuk tiga botol. Dijamin siiiip!” si Intan merayu Ida
Anggukan Ida makin cepat, binar matanya makin terlihat. “ Satu juta? Siapa takut!” kata Ida. Untuk uang berjumlah satu juta itu bagi Ida tidak berarti apa – apa, hanya mengurangi sedikit jatah pulsa handphone dan hobinya berbelanja.
Jadilah Ida sarapan dengan Jianfei kapsul diet, makan siang dengan Metabolic cellout, makan malam dengan Chaso genpi, ngemil soy joy dan Sunflower diet. “ Jangankan satu juta, sepuluh juta pun Ida tak akan mundur,” Tekadnya si Ida. Lanjutnya ia berkata “ Kalau perlu laptop di jual dulu nanti saya kan bisa minta dibeliin lagi dengan papah!”
“ kamu?” Imah terngang, mulut Imah mendadak kaku melihat perubahan drastis teman sekelasnya itu yang bernama Ida.
“ Sekarang saya keliatan cantik dan seksi, kan? Kenapa? Pangling?” Ida memutar – mutar badannya dengan genit di depan Imah.
“ Kamu…… kamu kurus sekali, Ida,” Imah berucap sesuai kata hatinya.
“ Enak aja kurus, ini namanya langsing, ramping, body model. Dasar! Bilang aja kalo kamu sirik sama saya, kamu juga mati – matian diet, kan ? tapi kamu gak punya modal untuk beli produk pelangsing kayak saya, kan?” bantah si Ida
Imah menutup mulutnya. Tidak ada niatan sedikit pun pada dirinya untuk menjawab. Untuk membantah anak semata wayang konglomerat yang konon terkaya sekabupaten. Dengan menahan rasa sakitnya itu, Imah berjalan perlahan – lahan dengan wajah menunduk dan tak melihat pandangan mata yang ada di depannya.
“ Aduuuh!”
Suara itu membuat Imah kaget, dan terbangun dari lamunannya. Ternyata dia telah menjatuhkan buku-buku tebal yang di bawa Nissa. Nissa hanya tersenyum melihat Imah salah tingkah.
" Maafkan saya ya, Nis.” Imah tak berani menatap teman yang selalu dipandangnya dengan sebelah mata itu.
“ Tak apa – apa, kamu kan tidak sengaja.” Nissa mengambili buku – bukunya yang terjatuh dengan cekatan. Lalu cepat – cepat brdiri.
Imah berjalan di sisi Nissa dengan perasaan campur aduk. Imah memikirkan betapa bahagianya Ida, karena sudah memiliki badan yang ideal dengan cepat.
“ Kamu lagi banyak pikiran ya Im ?” Tanya Nissa, petanyaan Nissa membuat Imah tersadar dari lamunannya itu.
“ Eh…ii..iya.. eh… tidak… tidak..” Imah gelagapan. Memandang wajah bulat Nissa yang selalu Nampak ceria tiba – tiba memunculkan satu pikiran di otaknya.
“ Saya tanya sesuatu tapi jangan marah ya, Nis, soalnya ini mungkin sangat pribadi.” Kata Imah.
“ Apa itu?” Nissa sambil tersenyum
“ Em… apa selama ini kamu tidak merasa aneh… atau malu dengan badanmu yang besar, atau… setidaknya terganggu dengan beratmu? Saya lihat kamu selalu ceria.”
Nissa hanya tersenyum.
“ kamu marah dengan pertanyaan saya Nis ?” Tanya Imah khawatir.
“ Pertanyaanmu lucu. Gimana ya, saya nggak pernah menganggap tubuh gendut saya ini sebagai aib. Jadi, buat apa malu.” Jawab Nissa
Imah terbengong dengan jawaban Nissa. “ kamu merasa begitu? Bagus juga. Lantas kamu tidak pernah coba berdiet?” tanya Imah.
“ Diet ala Rosul. Dengan berpuasa sunnah, makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang. Sulit sih, tapi saya sedang berlatih untuk itu.” Jawab Nissa.
Imah memandang Nissa tak percaya. “ Kamu serius?” Imah dengan penasarannya.
“ Ya, Im, karena saya yakin Allah Maha Tahu yang terbaik bagi say. Biar gendut yang penting beriman, kan? Lagipula, Allah tidak menilai manusia dengan fisiknya.” Jelas Nissa kepada Imah. Imah mendapat Informasi dari Nissa tentang diet – diet yang membahayakan hingga menjatuhkan korban yang melakukan diet menggunakan obat, seperti tokoh – tokoh terkenal dari mancanegara lain. Setelah asyik berbincang, Imah merasa panas, Lalu mengajak Nissa untuk kembali ke sekolah.
Sesampainya Imah di rumah, Imah mendapat lembaran kertas yang ia dapat dari tetangganya yaitu Mbak Lola, mahasisiwi kedokteran tingkat akhir, yang menginformasikan tentang bahaya diet memakai obat cepat langsing tersebut. Tangan Imah terasa lemas serta tubuhnya, dan bersandar dibawah kursi tamu. Bayangan Ida yang tersenyum sinis berputar – putar bagai gasing di otaknya. Berputar makin cepat… makin cepat. Imah tidak tahu bagaimana harus bersikap, bersyukur, menyalahkan, puas, kasihan, atau entah apa. Yang jelas, Imah tidak bisa menahan tubuhnya lebih lama lagi, sehingga ia bersandar di kursi. Hingga mamah datang mendekati Imah yang sedang tak sadarkan diri di kursi.
Mamah Imah pun teriak… “ Imaaah… Imaaah… kamu kenapa, Nak ?”
Tak ada satu pun keluarganya kalau Imah sudah hampir satu bulan mengikuti jejak Putri Diana menjadi bulimic, Produksi asam lambungnya terus meningkat, dan tubuhnya tidak mampu lagi bertahan.
“ Imaaah… Imaaah..”
Teriakan Mamah semakin memilukan, sementara pandangan Imah kian gelap. Tak didengarnya lagi suara apapun. Imah tak sadarkan diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar