Selasa, 13 Maret 2012

Desiran Angin

Widia Santi

Cuaca dihari itu sangat cerah, namun beda halnya dengan Akira yang menekuk dalam-dalam wajahnya saat ia melihat sebuah tulisan di atas bangkunya. Setahun yang lalu dia berhenti dari klub tenis karena dia benci bertengkar dengan sesama geng klub. Tapi kenyataannya tak seindah yang dibayangkannya, bukannya suasana bertambah baik, yang ada malah bertambah buruk. Setiap hari ia harus bertahan dengan semua cercaan teman-temannya.
“ Tapi kita bisa jadi member tetap, beda dengan orang yang melarikan diri…” ucap Rika dengan nada menyindir, spontan saja Akira yang mendengar hal itu langsung menendang meja hingga terjatuh. “Ah…sorry, ngapain sih?” sindirnya lagi sambil menoleh kearah Kira.
“Kupikir kalau aku keluar dari geng…semuanya akan berakhir” Pikir Kira dalam hati sambil mencoba untuk bangkit dari posisinya yang terduduk. “Tapi….nasib tidak berubah…” sambungnya.
Tepat pukul 8 malam, seperti biasanya keluarga Akira makan malam bersama. “Tambah lagi…” ucap Kira sambil menambah porsi nasinya, adiknya yang melihat itu langsung berhenti makan sambil berkata “ka, ntar gemuk lho”, Kira tersadar kalau ia sudah menghabiskan banyak makanan malam itu, akhirnya iapun menghentikan makannya dan beranjak dari kursi.
“masih belum cukup…masih ingin makan lagi…aku ingin melupakan kekesalan hari ini, walaupun aku tahu…aku harus menghentikan hal ini…aku selalu kalah pada image juga…nafsu makan juga” ucapnya berat dan lemah sambil terus memakan snack yang ada di kamarnya. Akira memiliki nafsu makan berlebih diatas orang-orang normal, hal itu dikarenakan masalah yang membuatnya depresi. Makan dan makan membuatnya bisa melupakan sedikit kekesalan yang ada, dengan kata lain makan adalah pelariannya dalam menjalani kehidupan yang dirasakan amat berat untuknya.Dia tidak tahu harus bagaimana ia menjalani hidup, ia tidak tahu harus kepada siapa ia mengadu dan meminta pertolongan, ia berpikir ini memang sudah menjadi takdirnya dan seberapa besar keinginannya untuk merubah nasibpun hanya sia-sia, nampaknya langit tidak berpihak kepadanya.
Tanpa ia sadari, kebiasaan buruknya kian lama kian bertambah parah dan sulit disembuhkan. Malam itu ia melihat isi dompetnya yang kian lama kian menipis, ia tidak tahu bagaimana lagi untuk bisa mendapatkan makanan yang akan membuatnya bisa melupakan kekesalannya walau sedikit, setidaknya ia bisa mengalihkan rasa sedihnya dan mencoba untuk tetap berdiri tegar diatas kesedihannya yang tak ujung reda. “uang jajan tinggal ini, kalau tidak ada uang tentu bisa tahan untuk tidak makan” ucapnya sambil tersenyum lirih.
Seperti hari-hari biasanya, ia tak pernah berbicara sepatah katapun di sekolah, karna baginya tak berbicara sepatah katapun ia sudah menjadi bahan pembicaraan teman-teman kelasnya dan itu saja sudah cukup membuatnya tak nyaman apalagi jika ia mengatakan sesuatu. Ia tahu kemampuannya memang terbatas tapi ia tahu usaha manusia tidak terbatas, namun baginya usaha apapun tidak akan membuahkan hasil apapun.Bukan tanpa sebab ia berpikiran sangat picik, itu karena ia tidak memiliki dukungan, keluarganyapun tidak tahu apa-apa tentang kehidupannya di sekolah dan iapun tidak memiliki seorang teman baik di sekolah.
Malam itu, Akira sedang mencari sesuatu di dalam kulkas, ya apalagi kalau bukan makanan. karena uang jajannya sudah habis untuk membeli makanan. Tapi tampaknya hanya kekesalan yang ia dapat, tak ada sedikitpun makanan yang tersisa, tiba-tiba tanpa sengaja ia menjatuhkan sesuatu kelantai. Akirapun memungutnya dan melihat isi dari amplop berwarna putih tersebut. Kagetnya bukan main saat ia tahu isi amplop itu adalah sejumlah uang yang nilainya tidak sedikit, ia heran kenapa amplop berisi uang itu bisa ada di lemari es. Dengan ragu-ragu ia mengambil amplop itu dan memasukkannya kedalam saku celananya.
Udara malam yang dingin dan suara jangkrik menemaninya melewati malam ini, di sebuah ayunan di taman kota yang sepi, ia terduduk dengan kedua tangan menggenggam beberapa bungkus makanan dan terus melahapnya tanpa henti. “ yang bisa menghiburku hanya makanan, tiap hari…aku berada dihari yang kelam” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
“eh…pak Raito masuk rumah sakit apa tidak?” Tanya seorang murid di kelas tersebut saat mengetahui guru yang mengajar saat itu tak datang dikarenakan sakit. “yang benar saja…” jawab murid lainnya. Tak berapa lama suara kaki pun terdengar, seorang pria dengan pakaian rapih dan bau minyak wangi yang menyengat datang. “selamat sore, aku Usami mulai hari ini sampai tiga bulan kedepan, aku akan mengajar kalian” ucapnya dengan tersenyum. “orang seperti ini jadi guru?” tanya Kira dalam hati. “wah…bau minyak wangi…jangan-jangan host” kata seorang murid dengan sedikit tertawa. “ya, aku akan menjadi host kalian” jawab guru tersebut. “gunakan aku untuk menaikkan prestasi kalian, beri aku perintah seperti itu” timpalnya lagi. Tanpa sengaja Usami melihat kearah pergelangan tangan Akira yang duduk di bangku paling depan, terlihat sayatan-sayatan di pergelangan tangan Akira. Akira yang mengetahui hal itu langsung menyembunyikan tangannya kebawah meja. “ayo kita mulai belajar” ucap Usami sambil memperhatikan gerakan Kira. “kelihatan…aku lakukan bukan karena aku ingin mati”.Pikirnya dalam hati sambil mengingat peristiwa itu di kamar mandi rumahnya, saat itu ia berpikir dengan menyayat pergelangan tangannya akan membuatnya melupakan rasa sakit yang dia alami setiap hari dengan cara menahan rasa sakitnya di sayat dengan silet.
Dikoridor sekolah diluar ruang klub tenis, tanpa sengaja Akira mendengar percakapan anak-anak anggota klub tenis. “MENYEBALKAN! AKAN AKU BALAS!” terdengar suara gaduh didalam ruang ganti klub tenis tersebut. “ Sudahlah…berhenti!” sahut suara lainnya, “ kenapa? Nggak baik kan kalau Kira terus yang diperlakukan tidak baik?” timpal suara lainnya lagi “ya…kalau dibalas terus…bukannya itu sama saja dengan mereka?” jawabnya lagi. “Lama-lama aku jadi tidak tahu lagi rasa sakit itu bagaimana” ucap Kira dalam hati sambil mengingat kejadian di kamar mandinya waktu itu, “Aku pikir kalau tahan rasa sakit…besok pasti bisa lebih kuat lagi…akhirnya jadi melarikan diri..” lanjutnya lagi.
Sore itu di sekolah. “Hari ini kita akan belajar mengenai orang pilihan Cut Nyak Dien, baiklah kalau belajar sejarah jangan menghafal tahunnya saja…pasti tidak menarik, ya…dengan gaya seperti ini, walau lahir dari keluarga biasa saja tapi namanya bisa tercatat dalam sejarah sebagai pejuang..” jelasnya sambil kadang-kadang melihat kearah Akira. “Kita adalah orang yang bisa mengubah nasib kita sendiri..” sambungnya. “Ah…itu kan hanya orang-orang khusus, aku bukan siapa-siapa”.ucap Kira dalam hati, “ Siapapun pasti bisa merubah nasibnya…” ucap Usami lagi sambil meletakkan ujung jarinya ke atas meja Akira. “Siapapun…?”.tanya Kira dalam hati, “ walaupun orang di sekeliling kita tidak mengerti, walaupun mereka berpikir kita melakukan hal yang bodoh, kalau hanya menyesali diri, itu tidak akan merubah nasib kita, jangan kalah dari kesusahan. Keberanian yang sedikit demi sedikit kalau disambung akan menjadi seulas benang, nasib orang juga akan berubah” sambungnya lagi sambil menatap mata Akira dan tersenyum kecil. “Nasib aku juga?? tapi…aku sudah melarikan diri dari kenyataan..”pikir Kira lagi dalam hati.
Sepulang dari sekolah, Akira masih teringat dengan kata-kata guru mudanya itu sewaktu mengajar sore tadi di sekolah, ia merenungkan kata-kata itu dan ingin mencoba untuk bangkit dari keterpurukan selama ini dan memulai dari awal lagi, meskipun itu sulit di jalankan.
“Akira…ketahuan di tempat belanja” ucap Usami tanpa sengaja berpapasan dengan Akira di pasar malam. “ada tempat yang menarik di sekitar sini? Sering main kesini dengan teman?” Tanya Usami. “tidak tahu, akhir-akhir ini jarang main” jawab Kira dengan nada rendah hampir tidak terdengar. “kalau begitu…teman baru?” Akira hanya terdiam, merekapun berjalan bersama ke sudut pasar yang agak sepi dan duduk diatas sebuah kursi yang memanjang di sekitar trotoar jalan. “tiap orang pasti ada pasangan yang cocok, sebenarnya Akira orang yang menarik” ucap Usami tiba-tiba sambil memandang langit. “ eh…mana ada hal yang seperti itu..” jawab Kira dengan nada terkejut. “ begitu ya…” iapun beranjak dan berdiri membelakangi Kira “ tadi kan sudah dengar…pasti bisa ketemu dengan orang yang cocok” Kira pun beranjak dari tempat duduknya.“Desiran angin dan bau minyak wangi guru” kata kira dalam hati. Merekapun pulang bersama-sama karena arah rumah mereka sama.
“Hari ini ada ujian…aku pasti bisa melewatinya dengan baik.” pikirnya dalam hati sambil tersenyum kecil. “ GAWAT! Penghapusku nggak ada! Jam berikutnya ada ujian, bagaimana ini?” salah seorang murid panik. “Biasanya banyak suara yang kedengaran…tempat ini bukan tempat untuk menyembunyikan diri”desah Kira, ia pun berdiri dari bangkunya dan menghampiri Yuuki, semua mata memperhatikannya dan ada juga yang berbisik. “ ini…kalau mau, pakai saja, aku baru beli yang baru, masih ada satu lagi..” Ucap Kira ragu-ragu sambil mencoba untuk tersenyum. Sementara itu Yuuki merasa heran, “EH…AKIRA NGOMONG TUH…!!!” sekejap Akira menjadi sangat malu dan merasa dia telah melakukan hal yang bodoh. “ terima kasih” ucap Yuuki membuyarkan lamunan Akira.“Hey ayo kembali ke tempat masing-masing, pak Raito sudah datang” kata salah seorang murid.“Aku kembalikan kalau sudah selesai ujian ya…”ucap Yuuki.
Mati saja jelek!!! Terlihat sangat jelas tertulis diatas kursi Akira.“ kenapa tidak duduk?” Tanya Pak Raito saat melihat Akira masih berdiri disamping bangkunya dengan wajah tertunduk. “Bodohnya aku…ada atau tidak ada, tidak akan berubah menjadi baik…aku tidak bisa merubah nasib” pikir Akira dalam hati.
Malam harinya, Akira tampak kesal dengan kejadian tadi siang di sekolah. Iapun melampiaskan kekesalannya pada makanan. “Kenapa aku hidup? Sampai kapan aku akan terus seperti ini setiap hari?” ucapnya lirih dan terisak-isak, tanpa sadar makanan telah habis dimakannya, iapun keluar dari kamarnya dan menuju kamar mandi.
“Kira, tadi masih muntah-muntah?” tanya ibunya yang khawatir setelah melihat Akira keluar dari kamar mandi begitu lama. “Sedikit” jawabnya ketus. “ bagaimana kalau kita konsultasi ke dokter ahli? Kelebihan nafsu makanmu pasti akan bisa disembuhkan” ucap ibunya dengan tersenyum, berharap akan membangkitkan semangat hidup anaknya itu. “Tidak segampang diucapkan..masa diperlakukan kasar oleh teman sudah kelewatan” Ucap Kira dalam hati, tiba-tiba adiknya datang dengan tergesa-gesa. “ Ibu, uang untuk Camp Brass Band kurang!” Mendengar hal itu Kira menghentikan langkah kakinya. “hah? Rp 500.000 kan?” tanya Ibu, “ iya..ibu hitung yang benar..” Akirapun langsung berlari dan masuk kekamarnya. “Aku tidak berguna, tapi…”rintihnya dalam tangis di kamarnya.
“Ibu tahu aku kena penyakit kelebihan nafsu makan?!karena itu simpan uang ditempat yang tidak gampang kutemukan, MENGERTI!!” Adik dan ibunya terheran-heran “Kira..kenapa kamu….” belum sempat menyelesaikan ucapannya, Akira menyela “ tapi tolong dengarkan! Ibu tidak tahu apa-apa! Aku sedang terpuruk sekarang! Aku tidak bisa menjadi orang yang kuat!” dengan berlinangan air mata iapun berlari keluar rumah dan menyusuri jalanan yang gelap seorang diri. “KENAPA? Siapapun…tolong katakan sesuatu, aku sudah tidak mau berada disini…aku mau pergi ketempat yang jauh…tempat dimana tidak ada yang mengetahui tentang diriku yang sekarang…tempat tidak ada sekolah…”
Sebuah bus melintas di depannya. “Tempat ini? Naik bus sekali saja sudah bisa pulang…tidak bisa melarikan diri” “Hey…mau tidak ikut dengan om?” seorang pria paruh baya menghampirinya. Kirapun menoleh “Bagaimana?” tanyanya lagi, “ terserah…”jawab Kira datar tidak bersemangat.“mau?” tanyanya lagi. “Ya terserah…lagian aku sudah mau mati.” Jawab Kira datar dengan pandangan kosong. “Akira?” Usami tiba-tiba datang dan menarik tangan Kira, “Guru…” Kira kaget.
“kenapa kamu berkeliaran disini? Apa yang dipikirkan?” tanya Usami cemas. “ Kan akan mati juga…” jawab Kira. “ aku akan mendengarkan semuanya…” ucap Usami. “ Aku orang yang tidak berguna…aku lari dari klub, aku juga berpikir ingin lari dari sekolah, dari rumah…meskipun aku tahu tidak ada gunanya, guru pernah bilang ya…nasib bisa berubah, itu tidak berhasil…aku orang yang tidak diinginkan ya…” Kirapun menangis. “ Tidak seperti itu..saya, dua kali tidak lulus ujian untuk menjadi guru, tapi sejak bertemu Akira, aku pikir aku tidak cocok jadi guru, untuk menjadi guru bimbel saja aku tidak PD, saya lihat kamu anak yang berusaha dengan kuat, karena itu aku akan berusaha karena ada Akira” ucap Usami dengan tersenyum. “Aku? Karena ada aku?” Tanya Kira dalam hati, “Bintang yang indah ya? Bintang-bintang ini terus melihat sejarah di muka bumi ini, jumlah orang yang ada juga sebanyak jumlah bintang-bintang ini ” ucapnya sambil menengadah ke langit malam. “Kesusahanku di dunia ini…kesusahan yang nomor berapa ya?” Pikir Kira, “Aku pasti bintang yang paling kecil” ucap Kira, “ tidak ada bintang yang paling kecil, semuanya sama pentingnya..” “aku juga guru juga, pertemuan yang bagaimanapun”
Akhirnya merekapun memutuskan untuk pulang. “Hati-hati ya…” kata Usami saat melihat Kira menaiki sebuah Bis “ guru, aku senang bisa bertemu dengan guru.” ucapnya sambil tersenyum dan melambaikan tangan.
Beberapa waktu setelah itu, Guru Usami berhenti mengajar di bimbel, kehidupan Akira setiap hari seperti biasa, namun semua itu telah berubah ketika ia sedang berada di sebuah mall, tanpa sengaja ia bertemu dengan Yuuki, “ Akira…ini” ucap Yuuki sambil mengembalikan penghapus milik Akira yang ia pinjam waktu itu. “ maaf ya waktu itu aku tidak punya keberanian untuk mengembalikannya, terima kasih” Setelah itu Yuuki dan Kira berteman baik, lama-kelamaan teman-teman kelasnyapun bersikap baik padanya.
Di kelas, Kirapun terduduk di bangkunya sambil melihat kearah jendela yang menghadap taman sekolah “Keberanian untuk tidak mau kalah itu seperti benang yang akan terus bersambung…kata-kata Guru Usami ada di dalam hatiku, karena kata-kata guru seperti angin yang menyejukkan hatiku” ucapnya dalam hati sambil tersenyum dan menghela nafas panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar