Senin, 12 Maret 2012

AWAL PERJUANGAN

Ahmad Fajri
Awal juli tahun 2009 merupakan salah satu hari bersejarah dalam hidup seorang Aji, karena tepat hari itu Aji pertama kalinya menyandang gelar “Anak SMA” meskipun banyak yang bilang dia belum pantas menyandang gelar itu atau memakai pakaian kebesaran putih abu sebagaimana anak SMA lainnya, namun nampaknya penilaian orang tersebut dijadikan suatu masukan positif baginya, satu hari sebelum jadi Anak SMA fajri sibuk berkemas, maklum saja karena sekolah SMA yang menjadi pilihan Aji adalah sekolah Boarding yang mewajibkan siswanya berasrama.
“Barang-barang apa saja yang harus dibawa ji,”celetuk ibu seraya tertawa kecil.
“Kenapa ketawa Bu?” Seraya memasukan baju ke koper.
“Ya… lucu saja, rasanya baru kemarin mengenakan seragam putih merah, lalu sekarang sudah mengenakan putih abu, rasanya waktu cepat sekali berlalu tanpa disadari ya nak,” Sambil menatap Aji. Terlihat jelas titik-titik airmata yang ditahan ibu, namun Aji mencoba tidak menatap mata ibunya itu karena takut ikut terbawa haru lalu menangis dan dianggap cengeng oleh ibu.
“Apalagi dengan saya Bu, hampir 9 tahun saya menuntut ilmu, namun saya belum bisa buat Ibu dan Bapak tersenyum dengan prestasi yang saya raih.
“Sudahlah nak, yang lalu janganlah menjadi beban yang menggangu kedepannya, besok lusa adalah awal yang menentukan hidupmu kelak nak” Sembari senyum dengan penuh harapan ke arah mata anaknya.
“Hmmm…Bu..” guman Aji.
“Ada apa nak?” Sahutnya cepat dengan nada yang heran
“Bantuin mengemas baju…” Jawabnya usil sambil tertawa lepas
“Dikirain apa...” Sambil mulai melipati baju yang akan dibawa
“Habisnya dari tadi baju di lemari nggak habis-habis,” sambil menginggat-ingat barang yang akan dikemasnya
Dimalam yang sama seperti biasanya Aji mengunjungi lemari makanan di dapur untuk mencari sisa-sisa makanan tadi siang, namun sepertinya malam ini bukan malam keberuntungannya karena Aji tidak menemukan nasi satu bulir pun, yang ada hanya piring kotor dengan noda minyak sisa ikan lele tadi siang, sambil menghela nafas Aji menutup lemari makan dan menuju kendi untuk sekedar meneguk segelas air, berharap air yang diminumnya dapat menahan perutnya agar tidak terus-menerus berbunyi.
Suara berisik di dapur menggugah Aji dari tidur malamnya, sambil mencoba membuka mata, samar-samar ia melihat jam diatas lemari bukunya.
“Kok masih jam 3 pagi begini dapur sudah berisik sih? Apa itu cuma suara perut saya karena belum dikasih makan ya?” Terheran-heran sambil membersihkan daerah sekitar matanya, tiba-tiba ia melihat sekelebat bayangan yang melintas bolak-balik diantara ventilasi kamarnya.
“Tumben jam segini di luar udah ramai,” ujarnya,
Masih dihinggapi rasa kantuk, Aji mencoba berjalan untuk membuka pintu kamarnya, setelah pintu kamarnya terbuka barulah ia mengetahui si pemilik bayangan sebenarnya siapa.
“Loh bu, tumben sekali jam segini sudah sibuk, memang mau ada apa sebenarnya?” Tanya Aji sembari berjalan menuju kamar kecil.
“Kamu lupa atau masih bermimpi?” Ujar Ibu sambil membersihkan rantang
“Ya sadar toh Bu….” Sambil menutup pintu kamar mandi,
“Buktinya kamu lupa kalau hari minggu ini untuk pertama kalinya kamu berangkat ke asrama,” jelas ibu.
“Ohh iya ya…. Lantas ibu untuk apa mondar-mandir di dapur pagi buta seperti ini?” Tanya Aji
“Ibu cuma sedang membuatkan untuk bekal hari pertama kamu di asrama, bukan apa apa sih, cuma nasi dengan lauk seadanya, tapi meski seadanya, bukan berarti asal-asalan membuatnya nih” tegas ibu sembari membalikan tempe goreng.
Aji kembali menuju kamar tidurnya untuk melanjutkan mimpi yang tadi terputus. Baru tidur lagi sekitar dua jam, tiba-tiba Aji kembali bangun, kali ini yang membangunkan adalah suara khas ayam jantan kepunyaan kakek.
“Loh sudah jam 7 saja..” gumannya sambil memendam rasa dongkol pada ayam milik kakek yang telah memutus tidurnya itu.
Setelah sadar dari tidurnya, Aji langsung menuju dapur untuk mengecek apakah Ibunya masih memasak atau sudah selesai, kali ini dia tidak melihat keberadaan Ibunya itu di dapur. Setelah mengecek keberadaan ibunya dia lantas menuju kamar mandi untuk melepaskan rasa kantuknya dengan guyuran demi guyuran air.
Tepat jam 8 pagi, Aji sudah siap dengan tas koper yang sudah berada dimulut pintu depan rumah, menandakan ia sudah siap melangkah menuju tahap pendidikan selanjutnya.
“Sudah siap A?” Tanya Ayah sambil memarkir mobil pick up agar memudahkan dalam keluar.
“Sudah sejak pengumuman hasil PSB kali Yah..” Jawabnya dengan penuh keyakinan sembari melebarkan senyum
“Ibu mana A?” Tanya Ayah dengan wajah gelisah
“Sejak tadi Aa juga belum lihat Yah, mungkin sedang menata penampilan dikamar kali” dengan jawaban sekenanya. Tidak berselang lama setelah jawaban itu, Ibu muncul dari dalam rumah dengan pakaian sederhana tapi terlihat sangat anggun.
“Sudah siap semua toh..” Tegas Ibu
Setelah sampai di area parkir sekolahan, Orang tua Aji langsung bertanya-tanya seputar asrama kepada satpam sekolahan tersebut yang akhirnya membawa kami tepat pada bagian samping asrama. Disana sudah banyak Orang tua siswa yang mengantar Anak-anaknya juga, ada yang dengan keluarga besarnya, ada yang menggunakan mobil minibus, mereka semua saling berbaur khas orang tua, ada yang membicarakan asalnya, profil anaknya, dan sebagainya. Namun ada sesuatu yang menarik perhatian Aji, ketika Orang tua Aji mengobrol dengan salah satu anak yang satu kamar dengan Aji.

“Dek dari mana?” Tanya Ibu kepada anak itu
“Dari subang tante” jawabnya singkat
“Loh, ada yang dari Subang juga toh. Kenapa tidak di subang saja sekolahnya dek? Tanya Ibu sambil memberinya segelas minuman kemasan
“Pengen belajar mandiri saja sih intinya mah Te, supaya tidak tergantung kehadiran Orang tua,” Jawabnya dengan logat sunda, sembari meminum air kemasan tadi.
“Ibu tinggal dulu ya Ji, kalo ada apa-apa telpon saja dari wartel sekolahan” sembari memberi selembar uang seratus ribuan untuk uang jajan selama satu minggu pertama di asrama.
Setelah asrama sepi dari kunjungan orang tua, Aji beserta teman sekamarnya mulai memindahkan barang bawaan yang ada di koper kedalam lemari yang disediakan. Setelah diberi waktu untuk beres-beres, Aji dkk. Menuju ruang tengah asrama untuk pemberian arahan oleh ketua asrama dan OSIS. Akhirnya dari pertemuan tadi terbentuk 4 ketua kamar yang masing-masing kamar berisikan 20 siswa, serta pemberitahuan bahwa besok akan diadakan MOS.
Pagi-pagi buta sekitar jam 4 mereka dibangunkan oleh panitia untuk berbaris ditengah lapangan, mereka tidak diberi kesempatan hanya sekedar untuk cuci muka.
“Wooi bangun semua… enak-enakan pada tidur pules, kalian bukan sedang dirumah sekarang,” bentak seorang panitia yang belum diketahui namanya
“Ada apa ini?” Ujar salah seorang siswa yang kaget
“Hahahaha…” Seluruh isi kamar menertawakan latahnya, yang dianggap terlalu berlebihan termasuk para kakak panitia
“Sudah cepat sana kalian baris dilapangan!” bentak seorang panitia yang paling besar badannya.
“Lelet amat, kalian ini sudah SMA sekarang, lelet itu tidak perlu digunakan lagi” imbuhnya seraya dengan nada militer
Mereka semua menuju lapangan sekolahan yang jaraknya sekitar 100 meter dari asrama dengan diiringi oleh panitia. Setelah 20 menit berjalan kaki mereka menemui kejanggalan, mereka hanya berputar-putar mengelilingi sekolahan tanpa menuju lapangan.
“Perasaan kita sudah melewati bangunan ini sebanyak 2 kali?” celetuk siswa yang kebingungan. Naas setelah celetukan itu siswa yang bersangkutan disuruh push-up oleh panitia.
Sesampainya dilapangan mereka termasuk Aji mendapatkan sebuah hadiah pertama dari panitia karena mereka terlat 10 menit di lapangan.
“Kenapa kalian telat?” ujar seorang dewan lagi, tapi mereka diam 1000 bahasa karena tak berani melaporkan akibat keterlambatan mereka
“Jawab!!” Bentaknya
“Kamu sini..” tunjuk dewan tepat pada muka Aji
Dengan seribu macam pertanyaan yang hinggap dikepalanya, dan rasa takut akan hukuman, Aji pun maju menghadap dewan yang memanggilnya.
“Ada apa Ka?” Tanya Aji dengan cemas, dan harapan tidak kena marah oleh dewan.
“Ada apa ada apa, kamu tahu tidak kesalahan kamu dimana?” bentaknya sambil menudingkan jari kearah kepala Aji yang tertunduk ketakutan
“Ia kak, kami terlambat memasuki lapangan, tapi keterlambatan kami bersumber dari perintah kakak-kakak dewan lain yang membawa kami mengelilingi komplek sekolahan” jelasnya sembari masih menundukan kepala.
Saat Aji memberi alasan tentang keterlambatan mereka, dari belakang barisan terdengar suara tamparan, namun tidak jelas siapa yang ditampar, mereka tak berani menghadapkan wajah mereka apalagi untuk menoleh kebelakang karena kakak dewan yang selalu mengawasi setiap dewan.
“Kalian masih berani berbohong rupanya!!” teriak dewan tadi
“Tak ada gunanya juga memberitahu kalian dengan ucapan, sekarang kalian ambil sikap tiduran” perintahnya dengan suara yang bernada amarah.
Setelah mereka mengambil sikap tiduran, tidak lama berselang dewan yang lain datang menghampiri barisan Aji dan teman-teman. Dalam sikap tiduran mereka disuruh mendengarkan sebuah kalimat motivasi yang diberikan oleh seorang guru yang nampaknya seperti guru bimbingan konseling, dalam motivasi itu sang guru memberikan banyak sekali masukan yang sangat berharga untuk bekal mengarungi kehidupan, dari motivasi itu Aji tahu bahwa perjuangannya baru saja dimulai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar